Contoh Teks Editorial
CONTOH TEKS EDITORIAL 1
Banjir Bagian berasal dari Indonesia
Siapa yang tidak kenal bersama bencana banjir?
Banjir di Indonesia telah layaknya perayaan yang setiap tahun ada. Banjir adalah momen yang berjalan kala aliran air yang terlalu berlebih merendam daratan atau seiringnya curah hujan.
Penyebab terjadinya banjir yaitu penyumbatan aliran sungai yang disebabkan seringnya membuah sampah di sungai bersama sembarangan. Bias jadi bersama cara penggundulan hutan yang ditunaikan oleh ulah tangan manusia gara-gara sikap manusia yang berfikir singkat tanpa berfikir ke depannya sebelum saat bertindak, sewenang – wenangnya sendiri pada lingkungan. Tindakan tersebut bersifat penebangan hutan yang tidak mengfungsikan system tebang pilih, akibatnya tidak tersedia pohon untuk menyerap air agar air mengalir tanpa terkendali. Dampak yang ditimbulkan berasal dari banjir yaitu menimbulkan korban jiwa, kerusakan panduan dan prasarana, dan timbulnya bermacam macam penyakit.
Banjir tidak boleh dibiarkan jadi ritual tahunan yang berasal dari tahun ke tahun bukan menyusut melainkan jadi bertambah parah. Kawasan yang terendam air semakin meluas gara-gara sekarang diperkirakan tidak tidak cukup 70% wilayah kurang lebih mengalami banjir. Setiap tersedia banjir, mengalami banyak kerugian yang terlampau besar, tiap bencana pada dasarnya punyai hikmah yang serupa walaupun secara tehnis penjelasannya bias berbeda.
Ada satu perihal yang tidak bakal pernah dipisahkan berasal dari seluruh itu yaitu bagaimana manusia semestinya studi berasal dari alam. Akibat ulah manusia termasuk bencana itu berkunjung berasal dari pas ke pas dan semakin parah.
Bahkan kasus itu jauh lebih besar lahan kota dihabiskan bangunan beton yang menjulang tinggi ataupun bangunan yang lain. Kesadaran yang semacam itu cuma nampak sesaat pada pas berjalan bencana layaknya banjir, setelah itu orang bakal kembali kepada kehidupan normal dan membiarkan bencana banjir tersebut. Seharusnya kami perlu tahu didalam bencana banjir tersebut.
“Mari Kita Sama – Sama Menanggulangi Bencana Banjir Dengan Menghilangkan Kebiasaan Membuang Sampah Sembarangan Dan Mari Kita Menghijaukan Negara Indonesia Ini”
CONTOH TEKS EDITORIAL 2
Kebijakan Itu Harus Efektif Diimplementasikan
Untuk apakah sebuah ketetapan dibuat? Agar dapat diimplementasikan, gara-gara ketetapan itu dibuat untuk kepentingan bersama. Apa jadinya terkecuali ketetapan dibuat, namun tidak efisien dilaksanakan? Pasti ada suatu hal yang tidak pas di dalam merumuskan ketetapan itu.
Mulai hari Senin (29/12) penduduk Ibu Kota merintis tata ketetapan yang baru lagi. Mulai tempo hari ketetapan three in one tidak hanya hanya berlaku pagi hari, namun terhitung sore hari.
Setiap mobil yang melintasi jalan-jalan utama Jakarta sekurang-kurangnya harus ditumpangi tiga orang. Pada pagi hari, ketetapan itu berlaku pukul 07.00 sampai 10.00, selagi petang hari mulai pukul 16.00 sampai 19.00.
Ketika rancangan itu mulai dilontarkan, udah muncul keberatan berasal dari masyarakat. Bukan hanya ketetapan itu dinilai memberatkan, namun sejak rancangan three in one diterapkan pada pagi hari saja, efektivitas sangatlah rendah. Yang muncul adalah joki-joki yang berdiri menawarkan jasa di selama jalan utama itu.Namun, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso selamanya pada sikapnya. Peraturan selamanya dapat diberlakukan dengan sebulan masa sosialisasi.
Tentunya benar-benar dini untuk mengevaluasi efektivitas ketetapan itu. Namun, berasal dari evaluasi awal, para pengemudi tidak mempedulikan ketetapan baru itu. Petugas DLLAJR pun tidak mengambil tindakan apapun pada para joki.
Mengapa ketetapan itu tidak efektif? Pertama, gara-gara soal disiplin. Masyarakat kita, terhitung terhitung penduduk Jakarta, benar-benar rendah tingkat disiplinnya. Mereka selamanya mencari cara untuk mengakali peraturan, apalagi penduduk tidak membantu ketetapan pembatasan itu.
Ancaman hukuman bukanlah suatu hal yang ditakuti gara-gara penduduk tahu bahwa hal yang satu itu merupakan kelemahan lain berasal dari bangsa kita. Masyarakat pun tahu bagaimana caranya terhindar berasal dari ancaman hukuman, yang dikenal benar-benar tidak tegas itu.
Alasan ke-2 adalah tidak terdapatnya alternatif bagi penduduk untuk beroleh jasa transportasi yang dapat menanggung mobilitas mereka. Kita tahu, Pemerintah Provinsi DKI tengah buat persiapan proses bus dengan jalan khusus atau busway. Namun, tak hanya proses transportasi alternatif itu belum berjalan, konsepnya tidak utuh untuk dapat menanggung keperluan tranportasi masyarakat.
Sekarang ini justru berkembang pertanyaan baru, apakah kebijakan Primprov DKI itu tidak justru dapat berlawanan dengan kebijakan Gubernur Sutiyoso yang benar-benar kuat keinginannya untuk membuat Jakarta tertib.
Ia mencoba menghalangi orang untuk dapat masuk Jakarta dan menggusur penduduk maupun pedagang kaki lima yang tempati lahan yang bukan hak mereka.
Namun, bagaimana orang tidak tertarik untuk masuk Jakarta terkecuali semua peluang itu ringan didapat di Ibu Kota. Meski pertarungan hidupnya keras, lebih ringan beroleh uang di Jakarta dibandingkan dengan di daerah.
Di Jakarta jadi penjaga toilet di hotel ataupun di mall saja dapat dapat lebih dari satu puluh ribu rupiah sehari. Jadi, tukang parkir liar, asal dapat teriak-teriak, dengan ringan dapat seribu atau dua ribu rupiah. Bahkan memelihara tempat perputaran jalan pun, di Jakarta dapat dapat uang
Peluang itu disempurnakan ulang dengan jadi joki. Bagi kalangan pengusaha yang keluar-masuk jalan utama Jakarta, apa susahnya untuk menambah satu pegawai yang dapat menemani dia bekerja. Dengan satu sopir dan satu ajudan, maka ia dapat bebas keluar-masuk jalan utama.
Inilah yang sesungguhnya kami idamkan ingatkan. Peraturan itu semestinya dibuat dengan memperhitungkan segala aspek secara matang. Peraturan itu terhitung mendapat bantuan berasal dari penduduk supaya dapat berjalan efektif.
Untuk apa ketetapan dibuat terkecuali kemudian hanya untuk dilanggar. Begitu banyak ketetapan yang kami buat, pada selanjutnya tidak dapat diterapkan gara-gara tidak dirasakan sebagai keperluan dengan oleh semua rakyat.
Ketika ketetapan itu tidak dapat efisien dilaksanakan, yang selanjutnya jadi korban adalah si pembuat ketetapan itu sendiri. Setidaknya wibawanya jadi turun gara-gara ketetapan yang dibuat ternyata tidak bergigi.
Peraturan bukanlah suatu hal yang ringan untuk dibuat. Selain soal three in one, yang terhitung jadi percakapan ramai penduduk adalah soal bunga bank.
Kita ketahui bahwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia sekitar dua pekan selanjutnya ulang mengkaji soal apakah bunga bank itu tergolong riba atau tidak. Putusan Komisi Fatwa MUI sendiri kemudian menggolongkan bunga bank itu sebagai riba. Tetapi langsung ditambahkan bahwa haramnya bunga bank itu hanya berlaku di kotakota yang udah miliki Bank Syariah.
Keputusan Komisi Fatwa MUI itu semestinya dibawa dulu ke Sidang Lengkap MUI, yang melibatkan semua ulama, sebelum saat jadi fatwa yang jadi pegangan semua umat. Namun, keputusan itu udah dikeluarkan khususnya dahulu ke masyarakat, apalagi fasilitas pun terperangkap seakan-akan itu udah jadi fatwa MUI.
Namun, di sini kami menangkap terdapatnya kearifan pada jajaran pimpinan MUI. Keputusan Komisi Fatwa itu tidak dianulir, namun pembahasannya di dalam sidang lengkap MUI ditunda sampai diperoleh selagi yang memadai untuk dapat mengkaji masukan Komisi Fatwa itu secara menyeluruh.
Pimpinan MUI benar-benar tahu bahwa masalah ini bukanlah masalah ringan gara-gara bukan hanya tentang dengan urusan ekonomi, namun terhitung kehidupan penduduk banyak. Dengan normalitas yang udah panjang, tidak sedikit umat muslim yang bekerja di bidang itu. Kalaupun saat ini diubah jadi Bank Syariah, apakah sistemnya dapat cepat beralih dan membantu pertumbuhan Bank Syariah itu sendiri.
Begitu banyak aspek yang diamati supaya pada tempatnya sekiranya MUI menunda keputusan itu. Sebab, pada akhirnya, sebuah ketetapan itu bukan yang harus tertulis di atas kertas, namun sungguh berfungsi bagi kehi-dupan penduduk yang menjalankannya.
Nah itulah sebagian contoh teks editorial yang mungkin bisa kamu tiru dan pelajari. Semoga bermanfaat.
Sumber: infoana.com