Sarekat Islam

Sarekat Islam Adanya persaingan dagang antara para pedagang Islam dan pedagang Cina, mendorong para pedagang Islam untuk bersatu. Mereka (para pedagang Islam) mendirikan perkumpulan/organisasi bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Pendiri SDI ini adalah Haji Samanhudi. SDI selanjutnya diubah namanya menjadi Sarekat Islam (SI). Adapun tujuan pendirian Sarekat Islam di antaranya sebagai berikut:


  1. Mengembangkan jiwa dagang dan membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam berusaha;
  2. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai Islam;
  3. Hidup menurut perintah agama.

Pada tanggal 26 januari 1913, diselenggarakan Kongres Sarekat Islam Pertama di Surabaya. Di hadapan massa lebih kurang 10.000 orang, Oemar Said Cokroaminoto menegaskan bahwa Sarekat Islam tidak bersifat politik, tujuannya ialah menghidupkan jiwa dagang bangsa Indonesia, terutama dengan cara berkoperasi. Sarekat Islam diakui oleh Pemerintahan Hindia-Belanda melalui pemberian Badan Hukum pada tanggal 18 Maret 1916, dengan susunan yaitu: H. O. S Cokroaminoto sebagai ketua, Abdul Muis dan H. Gunawan sebagai wakil ketua, dan anggotanya Agus Salim, Sastrohandoro, Suryo Pranoto, dan Alimin Prawirodirdjo. Sedangkan H. Samanhudi diangkat sebagai Ketua Kehormatan.
Sarekat Islam mengalami perkembangan yang pesat dan kemudian tumbuh menjadi partai massa. Perkembangan Sarekat Islam tersebut menyebabkan pemerintah Kolonial Belanda mulai mewaspadai setiap gerak Sarekat Islam. Tidak hanya itu, pemerintah kolonial mengeluarkan berbagai peraturan untuk menghambat perkembangan Sarekat Islam, seperti adanya aturan agar cabangcabang Sarekat Islam hanya berdiri untuk daerah masing-masing. Untuk kelancaran hubungan ini, pada tahun 1915 didirikan Central Sarekat Islam (CSI), tujuannya untuk membantu Sarekat Islam daerah ke arah kemajuan, dan mengatur kerja sama antar-Sarekat Islam daerah. Di satu sisi Sarekat Islam tumbuh menjadi organisasi yang terbuka untuk umum, tetapi di sisi lain keterbukaan tersebut menyebabkan kelemahan tersendiri bagi kekuatan Sarekat Islam. Banyak anggota Sarekat Islam yang mempunyai keanggotaan rangkap dengan organisasi lain. Misalnya, Semaun sebagai ketua Sarekat Islam Semarang merangkap sebagai anggota ISDV yang berhaluan sosialis. Dalam perkembangan berikutnya, Semaun memberikan pengaruh yang besar bagi setiap gerak langkah Sarekat Islam yang dipimpinnya. Semaun banyak menentang kebijakan yang diberikan Sarekat Islam yang berhaluan religius-nasionalis. Ia berpendapat bahwa pertentangan yang terjadi bukan antara penjajah terjajah, tetapi antara kapitalis buruh. Oleh karena itu, perlu mobilisasi kekuatan buruh dan tani di samping tetap memperluas pengajaran agama Islam. Pengaruh komunis itu telah masuk ke tubuh Central Sarekat Islam dan cabang-cabangnya sehingga menyebabkan terjadinya perpecahan dalam tubuh Central Sarekat Islam. Perpecahan semakin nyata setelah dilaksanakan Kongres Luar Biasa Central Sarekat Islam. Kongres tersebut membicarakan masalah disiplin partai yang melarang penggandaan rangkap anggota sebagai anggota partai. Melalui aturan partai tersebut, akhirnya golongan komunis yang diwakili Semaun dan Darsono dikeluarkan dari Sarekat Islam. Adanya pemecatan tersebut, tubuh Sarekat Islam terpecah menjadi dua bagian, yaitu: Sarekat Islam-Merah, yang menganut paham komunis di bawah pimpinan Semaun, Darsono, Tan Malaka, Muhammad Hasan, dan Alimin; dan Sarekat Islam-Putih, yang berhaluan Islam radikal yang berasaskan kebangsaankeagamaan di bawah pimpinan H. Agus Salim, H.O.S Cokroaminoto, Abdul Muis, dan Suryapranoto.
Pada tahun 1923, diadakan Kongres Sarekat Islam ke-7. Dalam kongres tersebut, diputuskan bahwa Central Sarekat Islam diganti menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Selain itu, diputuskan pula bahwa cabang-cabang Sarekat Islam yang mendapat pengaruh komunis menyatakan diri berada di bawah Sarekat Rakyat (SR) yang menjadi basis Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sumber: www.gurusejarah.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close