Organisasi Semimiliter dan Militer
Selain memberikan perhatian kepada kaum nasionalis, pemerintah Jepang memberi perhatian kepada pemuda di perdesaan. Jepang menganggap pemuda belum terlalu terpengaruh oleh pemikiran Barat Atas dasar tersebut, Jepang membentuk beberapa organisasi semimiliter dan militer untuk mengakomodasi aktivitas pemuda. Beberapa organisasi tersebut sebagai berikut.
a. Seinendan
Seinendan dibentuk pada.tanggal 29 April 1943, bertepatan dengan had ulang tahun Kaisar Jepang. Organisasi ini berada di bawah pimpinan Gunseikan. Untuk menjadi anggota Seinendan tidak dibutuhkan persyaratan khusus. Pada awal pembentukannya, anggota Seinendan berjumlah 3.500 orang pemuda dari seluruh Jawa. Jumlah ini bertambah menjadi sekitar 500.000 orang pemuda pada akhir masa pendudukan Jepang. Anggota Seinendan terdiri atas pemuda-pemuda berusia 15-25 tahun (kemudian diubah menjadi 14-22 tahun). Mereka diberi latihan-latihan militer, baik untuk mempertahankan diri, maupun untuk penyerangan. Seinendan merupakan barisan cadangan yang mengamankan garis belakang. Pembina Seinendan adalah Naimubu Bunkyoku (Departemen Urusan Dalam Negeri bagian Pengajaran, Olahraga, dan Seinendan). Pada bulan Oktober 1944 dibentuk Josyi Seinendan (Seinendan putri). Seinendan tidak hanya dibentuk di sekolah-sekolah dan desa-desa, tetapi juga dibentuk di pabrik-pabrik atau perumahan-perumahan. Seinendan merupakan suatu organisasi pemuda pada tingkat daerah atau kecamatan. Awalnya, motivasi pemuda masuk Seinendan karena paksaan, tetapi akhirnya banyak pemuda yang mengikuti masuk Seinendan.
b. Keibodan
Keibodan juga dibentuk bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang, tepatnya tanggal 29 April 1943 dan berada di bawah naungan Gunseikan. Anggota Keibodan adalah pemuda-pemuda berusia 20-35 tahun (kemudian diubah menjadi 26-35 tahun). Keibodan hanya menerima anggota dari kaum laki-laki. Syarat menjadi anggota Keibodan, yaitu berbadan sehat, kuat, dan berkelakuan balk. Jumlah anggota Keibodan melebihi jumlah anggota Seinendan, yaitu sekitar satu juta pemuda. Tugas Keibodan adalah pembantu polisi dengan tugas-tugas kepolisian, seperti menjaga lalu lintas, dan mengamankan desa. Keibodan dibentuk sampai di tingkat desa karena pemuda-pemuda desa belum terpengaruh kaum nasionalis. Faktor inilah yang menyebabkan Keibodan Iangsung berada di bawah Binaan Dewan Kepolisian (Keimubu).
c. Barisan Pelopor
Barisan Pelopor dibentuk atas rekomendasi Chuo Sangi In. Organisasi ini dibentuk pada tanggal 1 November 1944. Melalui Barisan Pelopor, Jepang berharap kesadaran rakyat Indonesia tetap ber-kembang dan slap membantu Jepang mempertahankan Indonesia dad serangan pasukan Sekutu. Bansan Pelopor dipimpin oleh Sukarno yang dibantu oleh R.P. Suroso, Otto Iskandardinata, dan Buntaran Martoatmodjo. Untuk memudahkan kontrol terhadap aktivitasnya, Jepang menempatkan Barisan Pelopor di bawah Jawa Hokokai. Keanggotaan Barisan Pelopor mancakup seluruh pemuda terpelajar yang berpendidikan rendah, bahkan tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Keanggotaan yang bercorak heterogen diharapkan mampu menimbulkan semangat solidaritas sehingga timbul ikatan emosional dan semangat kebangsaan yang tinggi.
d. Hizbullah
Pembentukan Hizbullah dilatarbelakangi oleh keinginan Masyumi membentuk pasukan yang akan digunakan untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Pada saat bersamaan pemerintah Jepang juga ingin mengakomodasi pemuda muslim dalam sebuah pasukan cadangan yang akan membantu Jepang dalam perang Atas dasar faktor tersebut pada tanggal 15 Desember 1944 Jepang dan Masyumi membentuk pasukan khusus Islam bernama Hizbullah. Tugas pokok Hizbullah sebagai tentara cadangan antara lain mempersiapkan jasmani maupun rohani dengan giat, membantu tentara Jepang dalam perang, mengintai mata-mata musuh, dan memperkuat usaha-usaha untuk kepentingan perang. Adapun sebagai pemuda Islam, Hizbullah bertugas menyiarkan agama Islam, mengawal umat Islam agar taat menjalankan agama, serta membela agama dan umat Islam di Indonesia.
e. Heiho
Heiho merupakan pembantu prajurit Jepang yang dibentuk pada bulan April 1943. Anggota Heiho terdiri atas pemuda berusia 18-25 tahun. Syarat menjadi anggota Heiho hampir sama dengan syarat masuk Keibodan, yaitu berbadan sehat, berkelakuan balk, dan berpendidikan minimal sekolah dasar. Heiho Iangsung ditempatkan dalam organisasi militer Jepang (Angkatan Darat dan Angkatan Laut). Sejak didirikan pada tahun 1943 sampai masa pendudukan Jepang berakhir, diperkirakan ada sebanyak 42.000 prang yang tergabung dalam Heiho. Anggota Heiho mendapatkan latihan militer yang Iebih ketat jika dibandingkan organisasi-organisasi Iainnya. Hal ini karena kedudukan prajurit Heiho adalah sebagai pengganti prajurit Jepang pada waktu perang. Anggota Heiho ada yang bertugas sebagai pemegang senjata antipesawat, tank, artileri medan, dan pengemudi. Akan tetapi, tidak ada satu pun anggota Heiho yang menjadi perwira. Pangkat perwira hanya ditujukan untuk prajurit Mang.
f. Pembela Tanah Air (Peta)
Sama seperti Heiho, Peta juga merupakan prajurit Indonesia yang disiapkan untuk membantu armada militer Jepang. Pembentukan Peta merupakan saran dari Panglima Jenderal Kumakichi Harada. Kumakichi Harada memutuskan agar pembentukan tentara Peta dibuat sedemikian rupa, seolah-olah merupakan usul dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dipilih seorang tokoh nasionalis Indonesia, yaitu Gatot Mangkupradja yang dianggap bersimpati terhadap Jepang. Gatot diminta menulis permintaan tersebut kepada Gunseikan. Gatot pun mengikuti penntah tersebut. Akhirnya, pada tanggal 3 Oktober 1943 dikeluarkan sebuah peraturan yang disebut Osamu Seirei Nomor 44. Peraturan tersebut berisi penetapan pembentukan tentara Peta secara resmi. Sambutan penduduk terhadap Peta ternyata cukup besar, terutama dari pemuda-pemuda yang telah mendapat pendidikan sekolah menengah dan tergabung dalam Seinendan. Untuk menjadi anggota Peta, para pemuda dididik secara militer oleh Kapten Yanagawadi di Tangerang. Latihan calon anggota Peta sangat disiplin dan berat, sedangkan untuk menjadi komandan Peta harus melalui Pendidikan Calon Perwira di Bogor. Dari Peta ini muncul tokoh-tokoh militer besar Indonesia, antara lain Jenderal Soedirman, Jenderal Gatot Subroto, Supriyadi, dan Jenderal Ahmad Yani.
Sistem kepangkatan dalam Peta dibedakan menjadi lima tingkatan sebagai berikul.
1) Daidanco (komandan batalion), dipilih dari kalangan tokoh-tokoh masyarakat atau orang-orang terkemuka di daerah seperti pegawai pemerintah. pemimpin agama (ulama). pamong praja, politikus, dan penegak hukum.
2) Chudanco (komandan kompi), dipilih dari kalangan pekerja, tetapi belum mencapai pangkat dan jabatan tinggi seperti guru sekolah atau juru tulis.
3) Shodanco (komandan peleton), dipilih dari kalangan pelajar sekolah lanjutan alas atau sekolah lanjutan pertama.
4) Budanco (komandan regu), dipilih dari kalangan pemuda dari tingkat sekolah dasar.
5) Giyuhei (prajurit sukarela), anggotanya sama dengan budanco. Serangkaian pelatihan baik militer maupun semimiliter merupakan upaya Jepang dalam membentuk karakter disiplin kepada pemuda pada masa itu. Meskipun tujuan pelatihan tersebut untuk kepentingan Jepang dalam menghadapi Perang Asia Timur Raya, pada akhirnya bangsa Indonesia mampu menjadikannya sebagai pengalaman berharga. Oleh karena itu, sudah saatnya Anda menanamkan sikap disiplin. Sikap disiplin dapat membentuk karakter tegas dan menghargai waktu sebagai modal menghadapi era globalisasi.